Surabaya,Media Phatas.com,-Tercatat pengaduan masyarakat dari 38 kabupaten dan kota di Jawa Timur periode 2020-2024, lembaga anti rasuah atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima laporan terkait dugaan tindak pidana korupsi. Surabaya, dijuluki "Kota Pahlawan" menjadi saksi perjuangan dan pengorbanan para pejuang kemerdekaan yang telah gugur dalam pertempuran pada 10 November 1945, diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional.
Kota Pahlawan berada diperingkat pertama dengan 343 aduan, dilanjutkan Kabupaten Sidoarjo diposisi kedua berjumlah 72 aduan, dan Kabupaten Probolinggo sebanyak 64 aduan menempati urutan ketiga. Aduan paling sedikit Kota Blitar berjumlah 6 aduan, Kabupaten Ngawi 4 aduan, dan Kabupaten Magetan 4 aduan laporan masyarakat atas dugaan korupsi. Dipaparkan secara langsung oleh Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah III Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada saat pembukaan roadshow bus KPK, atau program sosialisasi dan edukasi anti korupsi, serta Agenda Rapat Koordinasi Peningkatan Upaya Pemberantasan Korupsi bersama seluruh kepala daerah di wilayah Jawa Timur, di Gedung Negara Grahadi, beberapa waktu lalu. Strategi KPK dalam menekan korupsi, diawali dari edukasi pencegahan dan penegakan hukum tindak pidana korupsi, seiring dengan program Penguatan Antikorupsi bagi Penyelenggara Negara atau PAKU Integritas. Modus operandi korupsi tiap waktu terus berubah, proses birokrasi yang panjang telah memungkinkan adanya transaksional di eksekutif maupun legislatif dengan memanfaatkan kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki. Hal ini menunjukkan sangat berpeluang untuk melakukan tindakan korupsi bahkan dapat dijadikan bancakan korupsi atau tradisi.
Secara statistik, pejabat daerah rentan menggunakan pengaruhnya tersandung kasus korupsi berjumlah 54% dari 1.642 koruptor yang ditahan KPK, dan merupakan pejabat legislatif maupun eksekutif. Kasus-kasus korupsi pasca reformasi yang selama ini terjadi, tidak bisa dipungkiri berada di lingkup pemerintahan daerah antara lain terkait dengan pelanggaran APBD, pengelolaan aset, perizinan, pengadaan barang dan jasa, atau terkait dengan pembuatan regulasi daerah. KPK telah melakukan banyak cara untuk mencegah terjadinya korupsi di daerah termasuk pembenahan atau perbaikan sistem, seperti melalui Monitoring Center for Prevention (MCP) dan Survei Penilaian Integritas (SPI). Dari upaya langkah perbaikan dan pencegahan, apabila telah memiliki niat melakukan tindak pidana korupsi, maka selalu akan mencari celah pada sistem, akhirnya persoalan korupsi kembali kepada diri sendiri.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyebutkan bahwa seluruh jajaran di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memegang teguh prinsip pencegahan dari potensi segala bentuk praktik korupsi. Menurut Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, data 343 aduan masyarakat terkait dugaan korupsi di kota Surabaya pada 2020-2024 adalah hasil laporan dari seluruh instansi pemerintahan yang berada di kota Surabaya, bukan hasil laporan yang terjadi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Wali Kota Surabaya memastikan, mengenai pengaduan dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terdapat sekitar 30 aduan, dan bukan soal korupsi tetapi komplain tentang percepatan pelayanan maupun pembangunan di lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Konteksnya kota Surabaya, bukan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Apabila 343 aduan menyasar Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, maka nilai "Monitoring Center for Prevention" atau (MCP) dari KPK tidak mungkin mencapai 97 poin, peringkat pertama se-Jawa Timur tahun 2023. Selain itu, Survei Penilaian Integritas (SPI) untuk Pemkot Surabaya di tahun 2023 sebesar 79,57 %. Lembaga atau instansi di kota Surabaya tidak hanya Pemerintah Kota (Pemkot) saja, tetapi ada lembaga atau instansi lainnya, seperti : Kementerian, dan Pemerintahan Provinsi (Pemprov) yang berkantor, serta beralamatkan di kota Surabaya. Hal tersebut menjadi tantangan untuk terus bergerak lebih baik di dalam pencegahan terhadap praktik korupsi.
Puluhan aksi massa dari Solidaritas Pemuda Mahasiswa-Merah Putih (SPM-MP) menggelar unjuk rasa di Balai Kota Surabaya, Kamis (25/9/2025). Aksi berlangsung pada siang hari bertajuk "Surabaya Darurat Korupsi" dengan membawa berbagai spanduk, dan poster, serta dokumen hasil investigasi yang berisi sejumlah POS belanja atau alokasi dana dinilai janggal dari biaya perjalanan dinas luar negeri bernilai miliaran rupiah dan anggaran konsumsi pejabat dianggap berlebihan, hingga sewa perlengkapan acara dengan nominal yang tidak wajar. Perwakilan aksi massa meminta agar dibahas secara formal. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Surabaya 2025 terindikasi kuat di manipulasi dan sarat praktik mark up, pemborosan anggaran, skandal utang, dan berpotensi korupsi yang sangat melukai hati seluruh rakyat khususnya masyarakat kota Surabaya. Di tengah aksi massa sedang berlangsung, tiba-tiba kelompok massa lain datang, dan ditengarai merupakan pendukung Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, kemungkinan adanya perintah untuk menghalau aksi massa yang berunjuk rasa. Sungguh sangat disayangkan, penghadangan terhadap sebagian besar adik-adik mahasiswa yang dilindungi oleh Undang-Undang. Tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan, dan dapat berpotensi menyulut atau menimbulkan kemarahan seluruh rakyat khususnya masyarakat kota Surabaya.
Seandainya kelompok massa tersebut bertindak menghalau atau mengusir terhadap aksi massa yang seringkali menggelar aksi unjuk rasa kepura-puraan atau demonstrasi sandiwara untuk uang, atau bayaran demi kepentingan pribadi menggunakan nama komunitas, LSM atau ORMAS dengan mengatasnamakan masyarakat maka dapat dibenarkan, karena bermaksud dan memilki tujuan jahat terhadap kemanusiaan, serta mengkhianati seluruh lapisan masyarakat terutama masyarakat miskin. Asisten 1 Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat bersama beberapa pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya langsung menghampiri aksi massa, agar tetap terkendali, dan berlangsung secara kondusif, untuk mendengarkan aspirasi, serta menenangkan situasi. Dalam pembahasan sempat terjadi perdebatan dan tidak menemukan titik temu. Dari pelesiran pejabat sampai utang berbunga tinggi, semua telah mencerminkan pengkhianatan terhadap seluruh lapisan masyarakat khususnya masyarakat miskin kota Surabaya.
Menyoroti adanya kejanggalan POS belanja dalam dokumen RKA Sekretariat Daerah pada APBD 2025, di antaranya :
# Sewa Peralatan dan Mesin Rp 25,63 miliar.
# Sewa Panggung, Tenda, LED Multimedia Rp 10,85 miliar.
# Sewa Mebel Rp 4,86 miliar.
# Sewa Elektronik Rp 2,95 miliar.
# Sewa 3.000 unit kipas angin Rp 1,3 miliar (Rp 433 ribu per unit).
Rangkaian anggaran tersebut tidak wajar dan berpotensi menjadi ajang mark up. Beban utang Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mencapai Rp 513,86 miliar dalam APBD perubahan 2025. Tingkat bunga pinjaman 13,7%, hampir dua kali lipat dari bunga pinjaman BUMN SMI yang hanya 6,5%-7%. Dan lebih parah lagi, Wali Kota Surabaya berencana menambah utang Rp 2,9 triliun pada 2026. Masa depan masyarakat kota Surabaya digadaikan demi kepentingan politik jangka pendek. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, sebelumnya mencatat banyak kejanggalan di Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Pada IHPS I 2023, terdapat rekomendasi senilai Rp 11,93 miliar yang belum ditindaklanjuti. Bahkan, di tahun 2023 saja, tercatat 22 temuan dengan nilai Rp 3,7 miliar. Pembiaran terhadap rekomendasi BPK adalah bentuk praktik penyimpangan.
Berdasarkan kajian dan temuan, Wali Kota Surabaya mungkin tidak layak terkait integritas tata kelola anggaran, atau mungkinkah telah gagal menjalankan amanah, dan tidak mampu melaksanakan tugas, serta kepercayaan yang telah diberikan kepadanya ? Tiga tuntutan utama yang harus dilakukan dan ditindak lanjuti :
1. Memeriksa dan mengadili Wali Kota Surabaya terkait dugaan penyalahgunaan wewenang.
2. Melakukan audit menyeluruh APBD Surabaya untuk membongkar praktik korupsi.
3. Meminta aparat hukum turun tangan, dan aktif menindak tegas penyimpangan anggaran. Setelah menyampaikan aspirasi, aksi massa kemudian membubarkan diri dan menegaskan, bahwa aksi serupa akan terus dilakukan jika beberapa tuntutan tidak segera direspons secara obyektif.
Sabtu, 27 September 2025. Solidaritas Pemuda Mahasiswa-Merah Putih (SPM-MP) melaporkan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur. Dilaporkan atas dugaan korupsi, adanya temuan terindikasi mark up, perjalanan dinas luar negeri dengan tarif harian diatas standar Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pembengkakan atau pemborosan anggaran dan konsumsi melebihi jumlah ASN, pengelolaan utang berbunga tinggi, dan sejumlah anggaran yang berkaitan atau tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur selaku penegak hukum di dalam tugas dan fungsinya, segera memeriksa Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Wali Kota Surabaya harus bertanggung jawab terkait dengan kebijakan maupun pengelolaan anggaran APBD kota Surabaya. Seluruh lapisan masyarakat kota Surabaya terutama masyarakat miskin tidak akan tinggal diam, uang rakyat khususnya uang seluruh rakyat kota Surabaya diduga di korupsi atau dugaan dijadikan bancakan korupsi. Kota Surabaya bukan milik segelintir orang atau elit, kota Surabaya milik seluruh rakyat Indonesia. Kedaulatan milik seluruh rakyat maka Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi wajib lengser atau turun dari jabatannya jika terbukti atau terlibat korupsi, dan tidak ada unsur politik terhadap kasus korupsi.
"Aksi seluruh rakyat kota Surabaya adalah bentuk perlawanan terhadap praktik korupsi di kota Pahlawan."
Kontributor : Eko Gagak