Gresik, mediaphatas.com,-Peleburan serat pengecoran (daur ulang) logam di Desa Sido Jangkung, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gersik, Jawa Timur diduga kebal hukum, pasalnya perusahaan yang tidak kantongi izin dan lama beroperasi belum tersentuh oleh aparat penegak hukum.
Hal itu dikeluhkan warga sekitar, bahwa asap pembakaran yang di lakukan oleh perusahaan daur ulang logam berada di pemukiman padat sehingga akan menimbulkan penyakit pada masyarakat sekitar.
Menurut keterangan warga yang namanya enggan disebutkan. Menuturkan dalam kegiatan itu sangat menggangu ketentraman warga, selain asap yang menimbulkan penyakit juga akan berdampak buruk bagi kesehatan.
Ya karena selama ini usaha pengecoran logam tidak ada tindakan dari pemerintah ataupun pihak kepolisian, namun dampak produksi tersebut akan berdampak besar kedepannya." Kata warga.
Ia menyampaikan dalam usaha yang di kelola Prio ini dipastikan tidak ada izin, karena usaha yang berjalan selama bertahun -tahun belum ada yang berani menindaknya diduga ada setor terhadap perangkat Desa.
"Dengan usaha yang selama ini tidak ada penindakan mulai dari pemerintah dan pihak kepolisian. saya rasa ini ada atensi ke pihak terkait supaya usahanya tidak dihentikan." Ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah, Prio saat ditanya soal perizinan terkait usaha yang dikelola nya, ia justru tidak memberikan keterangan secara resmi. Justru dirinya mengalihkan pertanyaan media ini untuk meneruskan ke perangkat Desa Sugiyanto.
"Jenengan (kamu) langsung temui Kepala Desa Sido Jangkung karena semua sudah saya serahkan padanya." Cetusnya.
Sementara Sugiyanto saat di konfirmasi melalui tlfn dan WhatsApp , ia menyampaikan memang benar dengan adanya produksi daur ulang logam di wilayah kami, jika keluhan, menurut sampai saat ini tidak ada.
"Keluhan untuk warga sampai saat ini belum terdengar ditelinga saya." Tuturnya.
Saat disinggung terkait izin usaha pengecoran logam dan katanya menerima setoran uang dari pengusaha. Sugiyanto langsung naik darah, dan tidak mengakui atas tuduhan terima setoran itu.
"Maaf soal setoran saya tidak pernah menerima, kalau masalah izin kesaya. Saya belum pernah memberikan surat untuk izin usaha itu, cuman saya mengetahui saja." Tutupnya.
Desas-desus nya yang menerima upeti dari perusahaan yaitu Kades melalui perangkat Desa.
Dugaan kuat, bahwa setoran yang dikatakan oleh sumber dirasa benar, karena selama ini produksi logam tidak ada yang berani menindak meski pengusaha tidak mengantongi izin.
"Kuat dugaan saya ada uang setor kepada semua pihak ini jika dilihat tidak adanya penindakan dari pihak terkait seperti pemerintah dan Instansi terkait ." Pungkasnya
Untuk menindak lanjuti keluhan warga, media ini mencoba mengkonfirmasi Kapolsek Menganti AKP Dawud melalui WhatsApp pribadinya dan mempertanyakan soal izin dan kepastian hukum untuk pengusaha selama ia beroperasi.
"Dawud membalas pesan di Chatnya dengan menjawab, ia benar mas nanti akan saya tindak lanjuti dan akan saya laporkan ke Polres Gresik supaya ditindak lanjuti." Pungkasnya.
Produksi logam diduga kuat banyak tidak mengantongi izin termasuk INB, Ijin usaha industri (IUI), izin lingkungan seperti AMDAL dan UKL -UPL, izin Limbah B3 dan K3 (izin keselamatan dan kesehatan kerja)
padahal jelas, Pembakaran logam tanpa izin dapat dikenakan sanksi pidana dan denda, serta dapat dihentikan kegiatannya. Pelanggaran ini terutama terkait dengan perizinan usaha dan perlindungan lingkungan hidup.
Jika itu tidak dikantongi oleh pemilik usaha maka ia sudah melanggar UU yang relevan termasuk Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta peraturan daerah terkait izin usaha.
Sanksi dan UU Terkait:
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009:
Pasal 98 mengatur sanksi pidana penjara hingga 12 tahun dan denda hingga Rp12 miliar bagi pencemar udara, termasuk yang melakukan pembakaran logam tanpa izin.
Perusahaan yang melakukan pembakaran logam tanpa izin dan mencemari lingkungan dapat dikenakan sanksi pidana penjara, denda, perampasan keuntungan, dan kewajiban pemulihan lingkungan.
Pembakaran logam tanpa izin juga dapat dihentikan kegiatannya oleh instansi terkait, seperti Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) atau Dinas Lingkungan Hidup (DLH).(Red)